0
MADRE

Diantara para penulis di Indonesia, Dewi Lestari (Dee) adalah salah satu yang aku favoritiiiin banget, dia punya ciri khas sendiri, banyak bercerita tentang kehidupan, cinta, persahabatan, pencarian, penemuan, dan hal-hal kayak gitu. Aku baca semua bukunya, mulai dari Filosofi Kopi, serial Supernova (Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh, Akar, Petir), Rectoverso, Perahu Kertas, Madre. Dan semua aku suka. Dia slalu mampu menghadirkan sesuatu yang berbeda. Bahkan hampir di tiap cerpennya aku pasti bisa menemukan emosi baru. Nah, kali ini yang pengen dibahas adalah MADRE, kumpulan cerita terbaru Dee.

Buku ini terdiri dari 13 cerita, 5 cerpen (1 diantaranya "Madre" lebih pantes disebut novelet) dan lainnya prosa pendek. Kalo untuk cerpen, saya suka Madre, Semangkok Acar untuk Cinta dan Tuhan, Have you ever dan Menunggu Layang-Layang, kali ini aku nulis beberapa bagian yang disuka dan yang lucu yaaa:

1. Madre. Mungkin kalau dilihat dari ceritanya emang agak ringan, bukan tema serius yang bikin kening berkerut, dan Dee juga gak terlalu banyak menggunakan kata-kata kiasan indah, palingan cuma di bagian awalnya aja yang agak dramatis. Sumpah, kirain ini cerita bakal disajikan dengan kata-kata yang kayak gitu semua, tapi ternyata enggak, Dee menggabungkan bahasa ‘ngobrol’ dengan bahasa ‘sastra’ dan aku sukaaaaa... Dee slalu mampu menghadirkan lelucon seger yang bikin aku ngakak. dan Tansen, ya dia lucuuu... suka liburan, males bangun pagi, gak suka rutinitas kecuali rutinitas ngeblog, spontan, gak suka ribet, ah kalo aja aku gak ketemu Che, pasti Tansen jadi cowok paling disuka di buku ini. Hahaha.. banyak kata-kata yang aku suka, tapi yang paling berkesan itu, "Wangi kopi memenuhi udara,menyegarkan ruangan bagai kecupan Pangeran yang membangunkan Putri Tidur yang berabad lamanya terlelap.” (halaman 6-7), mungkin orang lain bahkan gak peduli, tapi aku slalu jatuh cinta saat penulis membuat kiasan yang menyerempet negeri dongeng atau cerita yang udah dikenal banyak orang. plus aku pencinta kopi. saat kopi dan dongeng bersatu, maka akan jadi sempurna.


2. Semangkok Acar untuk Cinta dan Tuhan. Gak tau kenapa aku ngerasa tokoh penulis yang dihadirkan oleh Dee disini, kayak menggambarkan dirinya sendiri. Dan bahkan di tema yang serius kayak gini pun Dee masih bisa melucu,

(Demi sopan santun, aku tahankan garpu agar tak mencelat ke bola matanya dan  kugenggam erat-erat piringku agar tak pecah jadi dua di batok kepala wartawan itu. Aku hanya menggeram dan mengulang, “Cinta?”)

Entahlah, apa selera humorku yang aneh atau gimana, tapi yang jelas itu bagian yang lucu banget menurutku. Plus di ending ceritanya, paragraph terakhir, "Artikel itu kemudian terbit. Tanpa baris-baris kalimat. Hanya gambar besar semangkok acar bawang. Dan mereka yang membacanya menyangka itu resep  afrodisiak. Mereka lalu melahap semangkok acar bawang, bercinta, sambil terus bertanya-tanya: apa itu Cinta? Apa itu Tuhan?"

Buat yang belum baca ceritanya, mungkin bertanya-tanya: apa menariknya? Dimana lucunya? tapi buat yang udah baca, pasti tau kenapa kalimat itu jadi lucu, atau mungkin bahkan juga gak tau. yasudahlah, intinya menurut aku itu lucu. *nyengir*

3. Have You Ever? Bercerita tentang pencarian dan penemuan. Kalo kamu jarang baca cerita yang gak ada pangkal gak ada ujung kayak gini, mungkin berasa “ini apaan sih? Ceritanya gak jelas” (kayak temenku yang nonton Before sunset/sunrise) tapi aku seperti punya koneksi kuat sama jenis yang beginian, bagian yang menurut aku lucu tuh ada di halaman 92:

Howard: “………… I mean, have you ever…?”

“Kamu benar-benar ingin tau pendapatku?” potong Darma, “I think, in the past three days, you’ve been talking some nerve-wrecking, poetic shit. Nothing more!” Dan tanpa rasa bersalah Darma menyeruput espresso-nya, “And I swear to God if you ever  ask me…”

Howard: “Listen. Darma, have you ever…?”

Dan di halaman 97:

Howard: “It’s here,” “Kamu benar, Darma. It’s HERE. NOW.”
Darma: “What is?”
Howard: “The sign.”
Darma: “What sign?”
Howard: “Ini tanda yang dimaksud Cahaya! Bintang itu. Mercusuar ini. Kita berdua….”
Darma: “Kita berdua? Whoa. Take it easy, mate.”

Hahahahaha… bahkan saat nulis kalimat-kalimat diatas-pun aku tetep ketawa. Nah, kalo dialog favoritku, ada di halaman 85:

Howard: “What if it’s just a big cosmic joke?”
Darma: “Then laugh!”

Yup, apalagi yang bisa kita lakukan selain tertawa saat alam semesta menghadirkan leluconnya yang bahkan kadang-kadang gak terlalu lucu atau gak lucu sama sekali.

4. Menunggu Layang-Layang (ini berada di posisi paling puncak), makin dibaca makin suka. Alasannya adalah: karna Starla itu kayak aku, hahaha.. bukan keseluruhannya, tapi cuma dikiiit, yang pasti porsi Kugy masih mendominasi lah… *digebuk massa* tenaaang sodara-sodara,, kemiripan sama Starla bukan dari segi yang oke-oke kok, dan bukan di bagian gonta ganti pacar juga. tapi di bagian yang aneh-aneh, kayak gambaran Che tentang otak Starla yang udah kayak lukisan abstrak. Trus gak pedulian (minus punya efek penghisap perhatian). Suka nonton. Selera musik bagus (nah, kalo yang ini aku agak kepedean yak).  Punya dunia sendiri. Ngelakuin apa yang disuka tanpa harus banyak mikir. Jarang merasa kehilangan.

Nah, kalo dari segi “jatuh cinta” aku lebih mirip Che, yang tau apa yang kumau, yang punya kriteria yang kompleks, bukan nyari yang sempurna, cuma yang sepemikiran aja, selera musik dan filmnya bagus, suka baca, open-minded, gak ngetwit 5 menit sekali cuma buat update hal-hal pribadi, yang gak gila galau atau menye-menye, bukan type yang langsung heboh kalo ngeliat cewek cantik putih mulus dan lemah lembut, soalnya aku gak cantik, gak putih, dan gak lemah lembut, hahaha…

Balik ke Menunggu Layang-Layang, Salah satu bagian favorit:

Rako: “Pacar lo siapa sekarang, Chris?” (yak, saya lebih suka Christian dipanggil “Che”)

Che: *dalam hati* “Pertanyaan iblis. Iblis yang bersembunyi bagaikan selembar joker dalam tumpukan kartu. Satu-satunya kartu yang menyambutmu tertawa lebar, tak jelas itu ekspresi lucu atau melecehkan.”

Alasan suka: karna Dee memasukkan Joker dalam kalimatnya (formula yang sama kayak Putri tidur tadi) selain itu, aku suka bagian “tak jelas itu ekspresi lucu atau melecehkan.”

Aku juga suka dialog ini (halaman 146):

Starla: “Brownies itu nggak nikmat kalau nggak ditemani kopi,” “aku bikinin, ya?”
Che: “Satu kopi, dua gula, tiga krimmer,”
Starla: “Kopi banci. Yang enak itu: dua kopi, satu gula, nol krimmer.” (Nah, itu juga salah satu kemiripan antara aku dan starla, suka kopi yang agak kental, gak terlalu manis dan bukan kopi instan.)
Starla: “Kamu bukan gay kan?”, “Karena kalau iya, aku pasti udah tahu.”
Che: “ Kita berteman empat tahun lebih, starla. Keterlaluan kalau kamu nggak tahu prefensi seksualku.”
Starla: “Empat tahun lebih, tapi nggak pernah satu kali pun kamu kelihatan punya pacar. Mana yang lebih keterlaluan?”
Che: “Brownies ini enak.”
Starla: “kamu tuh pintar, baik, karier bagus, tampang keren, tapi, kok?”
Che: “Nggak kepikiran jualan kue aja, Star?”
Starla: “Come on, Che. Apa yang kamu cari sih sebetulnya?”
Che: “Kriteriaku kompleks. Oke?”
Starla: “Apa aja?”
Che: “Buat apa kamu tahu?”
Starla: “siapa tahu aku bisa mencalonkan diri.”

#eaaa hahahaha.. itu bagian yang bikin aku senyuuum waktu bacanya,

Dan di halaman 158 (ending cerita):

S: Kamu orang paling gila, Che.”
C: “Satu-satunya orang yang bisa mendampingi manusia nggak waras kayak kamu,”, “Nggak ada lagi layang-layang, kamu sekarang ikan lele.”

Sumpah, aku baru nyadar sekarang, sebenarnya yang bikin aku jatuh cinta sama “Menunggu Layang-Layang” itu bukan ceritanya, tapi dialog-dialognya.


Sekian review cerita yang aku suka di “MADRE”. kalo dari segi ceritanya emang lebih ringan dibandingkan dengan karya Dee yang lain, Kesimpulan berdasarkan opini pribadi-ku, MADRE emang gak se-wah filosofi kopi, tapi masih tampil sexy dan bikin senyum atau ketawa ngakak sendiri. Karena dalam sebuah karya tulis, kadang-kadang cerita jadi substansi no 2, yang pertama adalah bagaimana si penulis mampu membangun emosi antara tulisannya dengan para pembaca.


0
DO YOU BELIEVE IN FAIRY TALES?


Rumah itu sunyi, bukan karena tak berpenghuni, hanya jarang dikunjungi. Pemiliknya seperti tak bernyawa, cuma singgah saat malam tiba, itupun tanpa banyak kata-kata. Tapi anehnya, aku selalu datang dan kembali ke tempat itu, entah mengapa rasanya begitu nyaman, bagai melihat diri sendiri, bahkan saat si penghuni sudah tak datang berhari-hari, aku tetap menghampiri dan melihat segala sesuatu yang ada disana sini tanpa meninggalkan secuil jejak kaki, dan juga tak berani terlalu jauh menyelidiki, karena aku takut, takut pada sosok yang bahkan tak kukenali. 

Aku pernah mendengar cerita suram tentang si pemilik rumah, ada yang mengatakan bahwa dia adalah makhluk keras hati yang selalu ingin bersembunyi, yang tak pernah bisa mencintai orang lain melebihi dirinya sendiri, bahkan bila dihadapkan dengan perempuan paling cantik di dunia sekalipun. Dia bagai patung es, dingin, tapi juga indah. Ada juga yang mengatakan bahwa dia sosok pemarah yang tak kenal ampun, siapapun akan dibantai bila ada yang tak berkenan dihatinya. Dan cerita yang paling popular adalah bahwa dia pangeran tampan yang dikutuk menjadi makhluk buruk rupa oleh seorang peri yang merasa sakit hati karena ditolak cintanya. Entah mana yang benar aku tak tahu pasti, semua cerita itu membuatnya semakin misterius. Diam-diam aku suka datang kerumah ini dan berharap dia tak pernah tahu kedatanganku, atau sebenarnya aku berharap dia tahu. Entahlah, aku tak mengerti. Hingga pada suatu hari ada seseorang yang memegang pergelangan tanganku saat aku sedang mengendap-ngendap tanpa suara, genggamannya sangat kuat, sampai-sampai aku takut tulangku akan rontok. Saat dia keluar dari persembunyiannya, aku kaget bukan main dan sekaligus kecewa tentu saja. Pemilik rumah yang kukira lelaki tampan misterius, ternyata hanyalah seorang nenek yang sangat ringkih, dia mirip sekali dengan penyihir dalam cerita Hansel & Gretel, bedanya rumah ini tidak terbuat dari kue yang lezat. Aku ketakutan. Dia terkekeh memperlihatkan barisan giginya yang kuning. Aku meringis. Tawanya semakin keras.

“mau kumakan hidup-hidup, atau dimasak dulu?”

Entah mana yang lebih baik, tapi yang jelas kedua pilihan itu sama sekali tak menarik. Seandainya bisa memilih, aku ingin disihir menjadi kodok saja, siapa tahu akan ada pangeran tampan yang mau menciumku, dan akupun akan berubah menjadi putri yang cantik jelita. Ya, tentu saja itu tidak mungkin, wujud manusiaku tak bisa dikatagorikan sempurna, apalagi bila sudah sempat bertransformasi menjadi kodok, paling-paling masih tersisa bentuk kodok pada tubuhku. Ah aku benar-benar tak bisa berpikir jernih saat ini.

“hey anak muda, kenapa tak menjawab pertanyaanku? Kau mau rusa itu dimakan mentah-mentah atau dimasak dulu?”

Ha! Kenapa sekarang pertanyaannya berbeda? Atau mungkin akulah yang salah dengar? Tapi tetap saja pertanyaannya tidak normal. “Aku… tidak lapar,” jawabku pelan.

“kalau bukan mencari makanan, lalu apa yang kau cari di rumah ini?”

Nah, kalau itu pertanyaannya, aku bisa menjawab dengan pasti, “Aku mencari pemilik rumah ini,” (dengan asumsi, nenek aneh itu adalah pembantu yang menawarkan makanan pada siapa saja yang datang kemari). Dia terkekeh, “lalu kau kira aku ini siapa?”

“Tapi…. tapi berita yang tersebar katanya pemilik rumah ini adalah lelaki tampan yang dikutuk oleh peri,” Tawa nenek itu semakin menjadi-jadi, memperlihatkan gigi kuning yang lebih banyak lagi. Aku heran, dia sudah tua tapi giginya masih utuh, mungkin itu pengaruh sihir.

“Nak, kalau kau mau bertemu dengan The Beast, atau Ksatria yang bernafsu mencium perempuan yang suka tidur berlama-lama, atau ingin mencari pangeran tampan yang terobsesi pada pembantu yang kehilangan sebelah sepatunya, maka jangan datang kerumah ini, Pergilah ke negeri dongeng. Siapa tau kau akan bertemu dengan 7 kurcaci dan mereka akan menjadikanmu ratunya, tapi 1 hal yang harus kau ketahui, negeri dongeng tidaklah seindah yang kau bayangkan. Kenyataan yang ada disana kadang-kadang berbanding terbalik dengan apa yang dikisahkan selama ini.” Dia terkekeh lagi.

“Tau darimana?”

“Aku menghabiskan waktuku disana, sebelum akhirnya memutuskan untuk pindah kemari,”

“Di sana nenek jadi siapa? Ibu tiri yang jahat? atau penyihir yang menculik Rapunzel? Yang pasti bukan Cinderella atau Snow White yang cantik jelita,” aku menahan tawa.

“Peter Pan” jawabnya tiba-tiba.

“Hah? Maksudnya?”

“Ya, Aku adalah Peter Pan,”

“Semua orang tahu Peter Pan itu laki-laki”

“Itukan apa yang diceritakan. Kau kira kenapa Wendy meninggalkanku? katanya dia ingin menikah dengan lelaki dan mempunyai anak-anak yang lucu. Tak kusangka pria itu adalah Kapten Hook yang sama sekali tidak tampan. itulah alasan sebenarnya kenapa aku sangat membenci bajak laut itu.”

Aku tak mau dengar, Aku tak mau percaya, Aku benar-benar menyesal bertanya padanya. Peter Pan adalah salah satu tokoh dongeng favoritku, dulu waktu masih kecil, aku sempat jatuh cinta padanya, hingga usiaku bertambah dan aku mulai jatuh cinta pada tokoh dongeng yang lebih dewasa. Nenek ini benar-benar menghancurkan semua bayanganku tentang indahnya Neverland.

“Kau boleh saja tak percaya, tapi itulah kenyataannya. Aku tidak bohong. Wendy membuatku patah hati, lalu aku memutuskan untuk pindah kemari, dan akhirnya menjadi perempuan tua dalam seketika.”

“Kau mau tahu cerita yang lainnya?”

Walaupun aku tak ingin khayalanku diacak-acak, tapi tak tahu kenapa, aku malah tak bisa berkata apa-apa. Sehingga dia mengartikan diamku sebagai jawaban iya. Terkutuklah pepatah “diam itu emas.”

“The Beast mati sia-sia, karena Belle tak pernah mencintainya dengan tulus, dia hanya mencoba menarik perhatian lelaki malang itu supaya bisa mengambil alih kekayaan dengan tenang tanpa gangguan. bayangkan saja, perempuan cantik mana yang bisa jatuh cinta pada lelaki berkepala singa?”

“Cinderella tetaplah menjadi upik abu. saat pangeran datang, kakinya baru saja terkilir dan membengkak sehingga sepatu itu tidak muat, sedangkan yang sebelahnya lagi tak tahu dia letakkan dimana, anak itu memang ceroboh dan agak kikuk,”

“Ibu tiri snow white tidaklah sejahat yang diceritakan selama ini, dia tidak pernah memberikan apel beracun itu. Terakhir aku berada disana, Snow White masih mengasuh 7 kurcaci, pangeran sama sekali tak berniat mencarinya dan malah menikahi si ibu tiri. Ternyata gosip itu benar, pria itu suka pada wanita yang lebih tua.”

“Dan Aurora, tidak pernah bangun dari tidur panjangnya. Dulu pada masa awal hibernasi, ada seorang ksatria yang menciumnya penuh nafsu, tiba-tiba dia terbangun dan menampar lelaki malang itu. Dia marah karena tidurnya terganggu dan mimpinya terputus. Tapi setelah bertahun-tahun tak ada lagi yang mau menciumnya. Mana ada lelaki yang selera mencium perempuan dengan air liur dimana-mana dan penuh debu, seperti mannequin yang tak pernah dipajang dan dibiarkan membusuk di dalam gudang.”

“Siapa lagi yang ingin kau ketahui? Si kecil Thumbelina? Dia benar-benar seorang gadis petualang, syukurlah dia berhasil bertemu dengan pangeran negeri bunga. Asal tau saja, itu satu-satunya cerita yang sama dengan kisah aslinya, walaupun di negeri kalian tidak pernah diceritakan bahwa pria itu sempat selingkuh beberapa kali, maklumlah dia tampan dan banyak yang suka. Thumbelina terpaksa bertengkar dengan beberapa peri bunga perempuan untuk mendapatkan hati pangeran secara utuh, tapi yang penting pada akhirnya mereka menikah, memiliki anak-anak yang lucu dan hidup bahagia.”

Aku masih terperangah mendengar ceritanya. Mungkin seumur hidup aku takkan pernah memaafkan diri sendiri karena berani menerobos masuk ke rumah sederhana ini, kalau dilihat lagi, sumpah sama sekali tak ada hal yang menarik, kecuali saat pikiranku melayang ke negeri dibalik pelangi, dipenuhi khayalan-khalayan bodoh tentang lelaki misterius yang hidup sendiri  dan hanya aku yang bisa meluluhkan hatinya. BEGO! Ingin menagis saja rasanya. Aku kehilangan impianku, dan lebih parah, aku kehilangan keindahan dongeng yang kupuja selama ini. Dongeng yang membuatku percaya bahwa ada sebuah negeri yang indah ditempat tak terjamah, negeri yang bisa didatangi tanpa harus berbasa-basi.

“Aku hanya menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi, kalau kau mau percaya silahkan, bila tidak, juga tak apa. Mungkin lebih baik bila kau tetap percaya dengan indahnya negeri dongeng seperti yang kau ketahui selama ini,” katanya sambil terkekeh.

“kalau begitu, lebih baik dari awal tak perlu cerita!”

“aku tak pernah memaksamu untuk mendengarku,”

Dia benar,  seharusnya tadi aku langsung pergi meninggalkan nenek gila ini sendiri, aku masih tak mau mengakuinya sebagai Peter Pan.

“Sudahlah anak muda, tak semua kenyataan harus berjalan seperti apa yang kita inginkan. Di negerimu itu hanya sebuah cerita, percayai saja apa yang ingin kau percayai.”

Aku bisa saja tidak mempercayainya, tapi entah kenapa rasanya sangat sulit untuk kembali pada kisah indah yang kucintai selama ini. Layaknya lukisan yang tiba-tiba ditumpahi cat hitam di seluruh kanvasnya dan tak mungkin kembali seperti semula. Dia kembali terkekeh, aku semakin muak dan mulai menagis tersedu sedan hingga tak tahu lagi apa yang terjadi.

“Hey, kamu baik-baik aja?” seseorang menepuk-nepuk bahuku. Mungkin nenek sihir tadi, aku enggan membuka mata.

“Hey, kamu baik-baik aja?” dia mengulang pertanyaannya, ternyata suara pria. Aku berdebar, bukan debaran yang biasa dirasakan saat sedang jatuh cinta, tapi debaran yang biasa muncul saat sedang merasa takut. Aku khawatir kalau pria ini adalah salah satu penghuni negeri dongeng yang ikut kabur kemari dan tiba-tiba mengaku bahwa dirinya adalah Cinderella, Red Riding Hood, Snow White, Rapunzel, atau siapapun itu yang kukenal sebagai tokoh perempuan selama ini. Aku memang takut, tapi juga tak mungkin begini selamanya. Dengan perlahan kubuka mataku.

“kamu siapa?” tanyaku hati-hati, mempersiapkan diri atas jawaban yang tak ingin kudengar. Dia tersenyum, “harusnya aku yang nanya kamu itu siapa, aku Elang,” katanya

“Huaaah… Aku lega,"

“Hmm?”

“Eh, maksudnya aku Jingga,” buru-buru aku meralat, aku tak ingin dia mengira aku anak aneh yang bernama LEGA, tapi sumpah aku lega sekali namanya bukan Cinderella atau Thumbelina yang tiba-tiba meminum obat peninggi badan yang didapat dari Alice

“Kok bisa nyasar ke rumahku? Kayaknya aku selalu mengunci pintu deh”

“Ini rumahmu?” kuabaikan pertanyaannya dan malah balik bertanya.

“Iya, tapi aku jarang tinggal disini, kalau lagi berantem sama orangtua aja baru minggat kemari,” dia nyengir, tapi menurutku itu nyengir yang paling indah yang pernah kulihat. Aku kembali berdebar, bukan debaran yang biasa muncul saat sedang merasa takut, tapi debaran yang biasa dirasakan saat sedang jatuh cinta.

“Nenek yang jagain rumah ini kemana ya?”

“Nenek?”

“Iya, yang menawarkan daging rusa men-tah atau di-ma-sak,” aku mulai curiga pada si tua itu. Dia tertawa, oh gantengnya, hatiku semakin berdebar. “sepertinya kamu kebanyakan tidur, makanya mimpi yang aneh-aneh” katanya. Tapi aku yakin itu bukan mimpi, semuanya nyata. Di sudut ruangan, kulihat seorang pria bungkuk terkekeh sendiri dan menghilang di dalam gelap. Oh, pantas saja pintunya selalu terbuka. Bodohnya aku percaya pada si penipu  yang suka menyamar itu.

Dalam dongeng, aku selalu yakin bahwa si pria bungkuk tak sejahat yang diceritakan, tapi setelah berjumpa langsung dengannya, dia ternyata lebih jahat dari yang dikira orang-orang selama ini. Satu kasus terpecahkan, dia bukan Peter Pan. Tapi bagaimana dengan kisah lainnya? Entahlah, Sepertinya menyenangkan juga saat kita punya cerita dengan versi yang berbeda dan menyimpannya dalam kotak rahasia yang tak diketahui sesiapa. aku tak lagi peduli mana cerita yang benar dan yang tidak, karena aku sudah memiliki pangeranku sendiri disini, tanpa harus kehilangan sepatu kiri atau tidur bertahun-tahun dalam penantian yang tak pasti. Aku menarik kembali kata-kataku. Mungkin benar, pria bungkuk itu tidak terlalu jahat.


*iseng-isengan dini hari yang diposting sore hari*



0
 Bedtime Story


Seorang nenek bercerita pada cucunya, "bintang itu bersinar karena impian manusia. Saat malam tiba, udara akan memeluk semua mimpi yang melayang kesana kemari, mengirimnya ke negeri peri, dan mereka  membawanya terbang ke tempat dimana raksasa yang tinggal di balik awan pun takkan mampu menggapainya. Cahayanya akan menyatu dengan bintang hingga akhirnya berkelap kelip menghiasi malam yang dilanda kegelapan. Maka, tetaplah bermimpi supaya bintang-bintang tetap bersinar dimalam hari dan memberi harapan bagi siapapun yang melihatnya tergelincir jatuh ke bumi." Kemudian, si bocah kecil tertidur dan bermimpi tentang PS-3 yang dijanjikan oleh orangtua-nya.



*iseng-isengan dini hari. goodnight everybody, and have a lot of crazy dreams, Because it's the only way to survive in this crazy little world.


0
The Promise


3 tahun yang lalu, mereka berjanji bertemu di sebuah taman. karena itulah di hari yang sudah ditetapkan, sang gadis sudah berada disana, menunggu seorang lelaki yang belum terlihat dari tadi. Lelaki itu tidak telat, paling tidak belum telat. Gadis ini sengaja datang 2 jam lebih awal karena terlalu nervous. Ia mulai mereka-reka bagaimana wajah lelakinya sekarang, lama tak bertemu membuatnya sedikit ragu, takut bila pria yang dipuja sudah berubah menjadi seseorang yang tak lagi memikat,  menjadi terlalu gemuk atau terlalu kurus, atau mungkin pernah tabrakan sehingga harus operasi plastik dan wajahnya tak lagi sama seperti dulu. Tapi terlebih lagi, ia takut bila perasaannyalah yang akan berubah.


Jam 16.30 gadis ini mulai berkeringat, padahal cuaca cukup ramah hari itu, tidak panas dan juga tidak hujan, jenis cuaca yang membuat kita merasa mesra dan ingin bermanja. Tepat jam 5 sore, sesuai dengan janji mereka, ada seorang lelaki yang tersenyum dan melambaikan tangan dari seberang jalan. Gadis ini merasa takjub melihat kekasihnya berubah menjadi sangat tampan, tapi begitu ia ingin menyapa, pria itu malah melewati bangkunya dan menuju lurus kebelakang. Tenyata dari tadi dia tersenyum pada seorang perempuan yang cantiknya luar biasa di ujung sana. jam 17.20, datanglah seorang pria yang sedikit gemuk dan terlihat sangat nelangsa. Gadis ini bersyukur dia hanya menanyakan arah jalan. Banyak yang lalu lalang di taman itu, tapi sayangnya bukan orang yang ia tunggu. Dia mulai bosan dan memutuskan untuk pulang saja. Tiba-tiba ada seseorang yang berteriak memanggilnya. Teriakan pertama membuatnya berhenti tapi tak mampu membuatnya menoleh. teriakan kedua, dia mencoba meyakinkan diri bahwa itu suara yang dia kenal. Untuk lebih pasti, dia pun menunggu teriakan yang ketiga.  Tapi sayangnya tidak ada teriakan yang ketiga, karena orang yang berteriak-teriak dari tadi langsung berdiri dihadapannya.


”Maaf... maaf... tadi dari bandara aku terjebak macet” dia bicara diantara nafas yang sedikit terburu-buru,”kamu udah lama ya?”

Gadis itu tidak menjawab apa-apa, hanya memperhatikan wajah kekasihnya, mencoba mencari sesuatu yang berbeda, tapi tidak ia temukan, atau mungkin ada. Entahlah, yang pasti perasaannya tidak.

”hey, kok malah diem? katanya kangen,”

Gadis itu tetap membisu, tapi kali ini ada senyuman yang merekah di bibirnya.

”kamu kenapa sih?”

Tanpa basa-basi lagi, dia menghujani kekasihnya dengan sebuah pelukan dan sejuta ciuman, hingga pria itupun ikut terdiam bersamanya, kecuali suara jantung mereka yang berdebar semakin kencang.


*iseng-isengan dini hari
*inspired by : Adhitia Sofyan - Forget Jakarta
*inspired by, bukan terinspirasi dari lirik lagunya, tapi waktu dengerin lagunya, adegan  inilah yang kebayang (berasa sok artsy bgt yak? hahaha)



0

 Negara Mainan


Wahai pelancong, jangan pernah percaya kata-kata mutiara yang dipersembahkan oleh para penguasa, tujuan mereka hanya ingin mengeruk uang Anda, Mereka mempersiapkan kamus khusus dengan bahasa indah yang disusun rapi dengan butiran air mata dari mereka yang nelangsa dan menderita. Kemudian takdir pun dituduh sebagai dalang dari semuanya, karena mereka tahu takkan ada yang berani menggugat Tuhan di negeri yang sarat dengan agama.


Tuan pernah mendengar negeri dibalik pelangi? Katanya dipenuhi para leprechaun yang gemar membuat barang imitasi. Mungkin sebagiannya pindah kemari, hingga akhirnya Negara inipun penuh dengan kepalsuan dan sulit mencari sesuatu yang asli, perbedaan keduanya hampir tak bisa dideteksi. Bila tak percaya, silahkan lihat sendiri, asal jangan memaki dan membahayakan pemerintah negeri, tuan bisa mati dengan tuduhan bunuh diri, atau dimutilasi oleh orang yang tak dikenali.


Mau rekayasa yang original atau bajakan, nyonya? Atau ingin merangkai cerita sendiri? Semua ada di tempat ini. Sumber dari segala drama yang disusun sedemikian rupa. mau yang mana, tinggal pilih sesuai jabatan yang anda suka. Cara gembar gembornya gampang, karena dusta begitu digemari dan mudah menggerogoti jiwa yang masih hidup dan sudah mati. tapi jangan bilang siapa-siapa, orang-orang suka berteriak pada para pelakon dan sutradara saat cerita tak berakhir bahagia. Andai mereka sadar bahwa dongeng politik hanyalah episode yang lebih kampungan dari cinta fitri sekalipun. Bahkan ftv bisa setingkat lebih menarik dibandingkan cerita yang sengaja dikembangkan untuk menjadi trending topic. menguak kasus sepele untuk menutupi kasus para parlente. Tempat ini penuh borok dan luka, tapi mereka tetap menutup mata karena lebih suka melihat hal-hal yang indah saja.


Inilah Negara mainan yang membuatku mati rasa, ingin kabur tapi tak tahu kemana, karna harta yang ada hanya cukup untuk hidup sederhana. cuma bisa pasrah melihat para pejabat negara tertawa bahagia naik kereta kencana dan pergi ke eropa atau amerika  dengan dalih ingin belajar disana.  apa daya, akhirnya akupun berusaha untuk mencintai bangsa ini dengan segala keindahan dan kebusukannya.




0
SERAUT WAJAH SENJA


Aku selalu suka senja, membuatku tenang, nyaman, bagai berada dalam suatu masa yang hanya bisa kumengerti sendiri. Bagiku senja adalah waktu privasi, yang tak bisa diganggu gugat oleh sesiapa. Senjaku, membuat rindu ini membuncah tak tertahankan, ia selalu ingin meledak bagai supernova, hingga akhirnya meninggalkan kesan tak terlupakan. Awalnya kukira senjakulah yang paling indah, tapi ternyata setelah bertemu dengannya, persepsiku segera berubah. Senja yang satu ini bak bidadari yang turun dari khayangan, bukan hanya sekedar menerbitkan rasa ingin bertemu, tapi juga ingin memiliki, menyimpan untuk diri sendiri dan tak ingin berbagi. Sebut saja Aku serakah, aku tak peduli, asal aku bisa melihat raut wajahnya setiap hari.


Aku masih ingat saat pertama kali melihatnya, sekitar 10 tahun yang lalu. Seperti biasa, saat senja menyapa, aku selalu menghabiskan waktuku di pantai, aku suka menatap langit jingga saat matahari akan tenggelam selama beberapa jam, mencoba beristirahat dan berganti tugas dengan bulan yang akan menjaga bumi sampai pagi kembali menjelang. Bagiku, itu adalah penggalan waktu yang paling indah, seandainya aku tinggal di planet tempat pangeran kecil berada, mungkin sepanjang hariku hanya akan kuhabiskan untuk menatap matahari terbenam. Tiba-tiba dia hadir bagai tamu yang tak diundang, tanpa basa-basi langsung duduk disampingku, tapi tak ada kata yang keluar dari bibir indahnya, dia hanya diam membisu dan kami berdua cukup nyaman dengan keadaan itu. Awalnya aku berpikir bahwa itu adalah pertemuan pertama dan terakhirku dengannya, tapi siapa sangka ternyata pertemuan itu berlanjut hingga keesokan harinya, esoknya lagi, lagi dan lagi, sampai pada batas waktu yang tak kutahu pasti.

“Aku suka senja,” ucapku memecah keheningan yang tercipta diantara kami berdua. Dia hanya tersenyum, 

“kamu?” tanyaku tak mau menyerah supaya dia mau bersuara.

“Aku adalah senja, bagaimana mungkin aku tak menyukai diriku sendiri,” dia bicara dengan lembut, selembut raut wajahnya. Aku tak mengerti maksud ucapannya, jadi kusimpulkan saja bahwa namanya adalah Senja. Benar atau tidak, sampai sekarang aku tak pernah tahu.

“Aku Biru,” ucapku, padahal dia sama sekali tidak bertanya. Entahlah, aku hanya ingin dia mengenalku, walau mungkin dia bahkan tak pernah peduli pada hal-hal kecil seperti itu. Lagi-lagi dia tersenyum setelah mendengarku bicara, mungkin hanya untuk menghargai.

“Senja dan Biru, dua hal yang sangat berbeda” tiba-tiba dia bersuara, kali ini akulah yang tersenyum, bukan karena aku berbahagia, melainkan tak tahu harus berkata apa. Bukankah Senja dan Biru hanyalah sekedar nama yang tak berarti apa-apa? Aku menyesal telah memperkenalkan namaku bila itu ternyata sangat berpengaruh baginya.


Dan selanjutnya aku selalu kembali ke pantai itu saat senja menyapa, kali ini tidak lagi untuk menikmati pemandangan indah yang ada di batas horizon sana, melainkan untuk menatap wajah senjaku, mendengarkan cerita dan tawa renyahnya, aku tak peduli dengan tatapan aneh dari orang-orang yang menganggapnya tak nyata, yang kutahu, aku selalu nyaman berada disampingnya. itu saja sudah lebih dari cukup. Sampai suatu hari dia menghilang tiba-tiba, entah mulai bosan mendengar ceritaku, atau memang ada keperluan mendadak, bisa jadi hanya sekedar ingin pergi saja. Walau senja tak lagi datang menghampiri, aku tetap kembali ke tempat ini, sampai pada batas waktu yang tak kutahu pasti.


*a (very) short story hasil iseng-isengan dini hari #akibatinsomnia

0
Ada Apa Dengan Sm*sh ?
 

Setelah dipikir-pikir, aku ternyata emang bukan anak gaul, nggak gaul sama sekali dan nggak ada bakat juga jadi anak gaul. Buktinya, orang udah pada heboh dengan Super Junior dan Sm*sh, aku bahkan nggak tau apa-apa. Nah kenapa sekarang jadi tau? Begini ceritanya... Jadi beberapa hari kemaren, ada temen yang pusing ngeliat temen-temennya yang cowok pada heboh dengan SUPER JUNIOR, aku sih nyantai aja baca twit temenku ini, karna aku kirain Super Junior itu JUDUL KUIS, bego banget ga sih? Trus ada temen lain yang reply katanya, “gpp lah cuma super junior doank, yang penting bukan sm*sh, they're mine" dan banyak lagi twit-twit lain yang nyeritain sm*sh yang huruf A-nya disensor gitu. Aku sempat bingung kenapa semua orang pada maen sensor-sensor aja, kirain karna ada unsur pornografi, kan lagi musim tuh ya. Sebenarnya pengen nanya ke temen via twitter tapi males, ntar jadinya panjang, akhirnya aku ngecek di google aja, ini hal paling nggak penting yang terpaksa digoogling karna penasaran.. dan akhirnya aku tau ternyata SM*SH itu tulisannya emang kayak gitu, dan mereka boyband Indonesia. Truus waktu nongkrong sama temen SMA, aku nyeritain ke mereka betapa begonya diriku.

Temen: “Ooh smash itu yang lagunya cenat cenut kan?”
Aku: “kenapa cenat cenut? Mereka sakit gigi?” (siapa tau mereka mau membantah lagu Meggy Z yang bilang lebih baik sakit gigi daripada sakit hati)
Temen: “hatinyaaa yang cenat cenut” *beuuuh

Berhubung rasa penasaran ini belom terpuaskan, kemaren aku search videoklipnya di youtube, cuma mau tau aja kek gimana mereka sampai digilai banyak remaja cewek gitu. Dan taraaaaa... lagu yang aku kirain berjudul cenat cenut, ternyata judul aslinya adalah “I Heart You” dan akhirnya kepalaku yang jadinya cenat-cenut.


Back to Top