(ini berada di posisi paling puncak), makin dibaca makin suka. Alasannya adalah: karna Starla itu kayak aku, hahaha.. bukan keseluruhannya, tapi cuma dikiiit, yang pasti porsi Kugy masih mendominasi lah… *digebuk massa* tenaaang sodara-sodara,, kemiripan sama Starla bukan dari segi yang oke-oke kok, dan bukan di bagian gonta ganti pacar juga. tapi di bagian yang aneh-aneh, kayak gambaran Che tentang otak Starla yang udah kayak lukisan abstrak. Trus gak pedulian (minus punya efek penghisap perhatian). Suka nonton. Selera musik bagus (nah, kalo yang ini aku agak kepedean yak). Punya dunia sendiri. Ngelakuin apa yang disuka tanpa harus banyak mikir. Jarang merasa kehilangan.
Nah, kalo dari segi “jatuh cinta” aku lebih mirip Che, yang tau apa yang kumau, yang punya kriteria yang kompleks, bukan nyari yang sempurna, cuma yang sepemikiran aja, selera musik dan filmnya bagus, open-minded, gak ngetwit 5 menit sekali cuma buat update hal-hal pribadi, yang gak gila galau atau menye-menye, bukan type yang langsung heboh kalo ngeliat cewek cantik putih mulus dan lemah lembut, soalnya aku gak cantik, gak putih, dan gak lemah lembut, hahaha…
Balik ke Menunggu Layang-Layang, Salah satu bagian favorit:
Rako: “Pacar lo siapa sekarang, Chris?” (yak, saya lebih suka Christian dipanggil “Che”)
Che: *dalam hati* “Pertanyaan iblis. Iblis yang bersembunyi bagaikan selembar joker dalam tumpukan kartu. Satu-satunya kartu yang menyambutmu tertawa lebar, tak jelas itu ekspresi lucu atau melecehkan.”
Alasan suka: karna Dee memasukkan Joker dalam kalimatnya (formula yang sama kayak Putri tidur tadi) selain itu, aku suka bagian “tak jelas itu ekspresi lucu atau melecehkan.”
Aku juga suka dialog ini (halaman 146):
Starla: “Brownies itu nggak nikmat kalau nggak ditemani kopi,” “aku bikinin, ya?”
Che: “Satu kopi, dua gula, tiga krimmer,”
Starla: “Kopi banci. Yang enak itu: dua kopi, satu gula, nol krimmer.” (Nah, itu juga salah satu kemiripan antara aku dan starla, suka kopi yang agak kental, gak terlalu manis dan bukan kopi instan.)
Starla: “Kamu bukan gay kan?”, “Karena kalau iya, aku pasti udah tahu.”
Che: “ Kita berteman empat tahun lebih, starla. Keterlaluan kalau kamu nggak tahu prefensi seksualku.”
Starla: “Empat tahun lebih, tapi nggak pernah satu kali pun kamu kelihatan punya pacar. Mana yang lebih keterlaluan?”
Che: “Brownies ini enak.”
Starla: “kamu tuh pintar, baik, karier bagus, tampang keren, tapi, kok?”
Che: “Nggak kepikiran jualan kue aja, Star?”
Starla: “Come on, Che. Apa yang kamu cari sih sebetulnya?”
Che: “Kriteriaku kompleks. Oke?”
Starla: “Apa aja?”
Che: “Buat apa kamu tahu?”
Starla: “siapa tahu aku bisa mencalonkan diri.”
#eaaa hahahaha.. itu bagian yang bikin aku senyuuum waktu bacanya,
Dan di halaman 158 (ending cerita):
S: Kamu orang paling gila, Che.”
C: “Satu-satunya orang yang bisa mendampingi manusia nggak waras kayak kamu,”, “Nggak ada lagi layang-layang, kamu sekarang ikan lele.”
Sumpah, aku baru nyadar sekarang, sebenarnya yang bikin aku jatuh cinta sama “Menunggu Layang-Layang” itu bukan ceritanya, tapi dialog-dialognya.
Sekian review cerita yang aku suka di “MADRE”. kalo dari segi ceritanya emang lebih ringan dibandingkan dengan karya Dee yang lain, Kesimpulan berdasarkan opini pribadi-ku, MADRE emang gak se-wah filosofi kopi, tapi masih tampil sexy dan bikin senyum atau ketawa ngakak sendiri. Karena dalam sebuah karya tulis, kadang-kadang cerita jadi substansi no 2, yang pertama adalah bagaimana si penulis mampu membangun emosi antara tulisannya dengan para pembaca.