0
Menuju Ruang Hampa


Lagit biru, awan putih, matahari bersinar terik. Tapi itu berjam-jam yang lalu, Saat hari masih siang. Tapi sekarang sudah malam, Matahari mengambil semua cahaya dan menyisakan sedikit saja untuk dititipkan pada Luna. Aku menatap langit, Tak ada bintang. jadi kubuang saja harapan untuk melihat jika ada diantara mereka yang tergelincir dan kemudian jatuh ke bumi.

Aku mulai bosan dan besiap2 turun dari atas genteng, lalu dia muncul... berupa suara tak berwujud. syukurlah, karena kadang wujud justru akan mengubah semua rasa dan segala pesona.

”Aku Jiwa,” katanya
”apa yang kau lakukan disini? bukankah jiwa seharusnya berada surga?”
’aku terperangkap, iblis-iblis menjaringku sehingga tak mampu melarikan diri”
”lalu, apa kau bahagia?”
”bahagia hanyalah rasa, ia tak berarti apa-apa”
”tapi tanpa rasa kita akan hampa”
”hampa itu membuktikan kita masih hidup”
”lebih baik mati daripada merasa hampa”
"simpan ucapan mu jika kau belum pernah merasakan mati”
”kau?”
”belum juga”
”lalu bagaimana kau tau bahwa mati tidak lebih baik daripada hampa?”
”aku tidak tau dan tidak berniat mencari tau”
”kau selalu begitu?”
”begitu bagaimana?”
”ketus”
”tidak.. kadang-kadang aku justru tidak menjawab”
”apa kau selalu begitu?”
”begitu bagaimana?”
”banyak tanya”
”tidak. kadang-kadang aku justru tidak berkata apa-apa”

Selanjutnya hanya ada sunyi yang memenuhi ruang diatara kami. aku tidak tau apakah dia masih ada disekitarku atau sudah beranjak pergi. mungkin ingin mencari celah yang tidak dijaga oleh iblis supaya bisa kembali ke surga. tiba-tiba suaranya memecah keheningan malam.

”ikutlah bersamaku”
”kemana?”
”ke tempat dimana tak kan ada yang bisa menyakitimu”
”tapi aku tidak tersakiti”
”akan ada”
”bagaimana kau tau?”
”tanpa harus bertanya"
Aku diam.. mencoba mencerna ucapannya, “Aku punya keluarga,” ucapku.
“Lalu?”
“mereka pasti sedih kehilangan aku”
”berarti kau tidak mengenal mereka”
Lagi-lagi aku berusaha mencerna apa yang ia katakan.
”ya atau tidak?"

Lama aku terdiam sebelum akhirnya memutuskan akan ikut dengannya dan mengambil semua resiko yang akan terjadi. aku bisa merasakan tangannya menggenggam tanganku. kami berjalan di udara. mulai menjauh dari rumah rumah warga yang terlihat semakin mengecil. awalnya kukira menuju bulan, tapi ternyata kami juga menjauhinya. menuju ke titik cahaya yang lebih terang. entah itu bintang atau komet. aku tidak tau.

”Kita kemana?” tanyaku, tapi dia diam saja.
”kita kemana?” aku bertanya untuk kedua kalinya, dan dia tetap diam. hingga mataku sudah tak mampu lagi melihat apa-apa. silau karena terangnya cahaya yang menusuk-nusuk mataku tanpa ampun.
”kita kemana?”
”jangan tanya apa-apa”
”tapi aku harus tau”
”kau akan tau”
”aku ingin kembali”
”takkan bisa”
”kenapa?”
”karena ketika kau sudah memutuskan sesuatu, itu artinya kau sudah siap dengan apa yang akan kau hadapi”
”tapi kita belum sampai ke tujuan.. di duniaku banyak orang-orang yang suatu waktu berkata iya, tapi di saat lainnya berkata tidak.. dan mereka baik-baik saja. bahkan lebih baik dari sebelumnya”
”itu di duniamu. banyak sekali orang-orang yang tidak bisa dipercaya”

Aku terdiam membenarkan ucapannya di dalam hati. Lalu kami melangkah masuk ke dalam lorong cahaya yang entah apa itu aku tak tau. yang jelas kakiku tidak menginjak apa-apa. saat kurentangkan kedua tanganku, juga tak ada yang bisa disentuh. pun saat aku menengadah yang terlihat hanya cahaya.

”Kita kemana..?” Aku tetap ingin jawaban.
”tidak kemana-mana”
”dimana lorong ini akan berakhir?”
”tidak akan pernah berakhir” jawabnya datar, dan kami terdiam untuk selamanya.



*iseng-isengan dini hari
*Inspired by: Efek Rumah Kaca - Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa


0 komentar:

Back to Top