0
Untitled


Lagi-lagi Aku hanya bisa memandangnya dari jauh, tanpa ada kata yang terucap, tanpa senyuman indah, tanpa sapaan basa basi. Seandainya Aku diberikan kesempatan untuk memberikan penilaian, maka aku akan memberikan nilai 9 dalam skala 1-10, bisa dibilang dia mendekati sempurna, yaaa tentu saja sempurna versiku.

Dia begitu indah, begitu bercahaya dan menarik banyak perhatian dari sekitarnya.

Biasanya aku selalu puas dengan posisiku yang hanya bisa mengaguminya dari tempat dimana seharusnya aku berada, tapi hari ini entah apa yang kupikirkan, aku ingin sekali membuatnya sadar akan kehadiranku bagaimanapun caranya, termasuk dengan mencelakakan diri sendiri, gila memang. Tapi itulah faktanya.

Entahlah.. rasanya semua hal akan kulakukan hanya untuk bisa menatapnya dari dekat, dilemparkan ke neraka pun aku rela jika itulah satu-satunya cara supaya aku bisa mendengar suaranya dengan jelas.

Mungkin aku adalah seorang pendosa, tapi salahkah aku karena rasaku? Haruskah aku berbohong dan menipu diri sendiri? Kalau boleh jujur, ingin sekali aku lepas darinya, melupakan semua keindahan yang pernah kulihat, tapi sayangnya sebesar apapun usahaku, semuanya hanya sia-sia, dia bagai morfin dan semakin hari ketergantunganku semakin bertambah parah.

Hingga akhirnya pada hari ini, aku memberanikan diri untuk menghampirinya dengan cara yang tak terpikirkan oleh siapapun, aku tak mampu membendung berbagai khayalan yang bermunculan dalam otakku, mungkin ini pengaruh karena terlalu banyak menonton sinetron-sinetron tolol yang seringkali mengumbar harapan.

Aku sudah hafal kegiatannya sehari2, jam berapa dia bangun, sarapan, keluar dari rumah, dan kapan dia pulang, lama2 Aku merasa seperti seorang penguntit, Kalau saja FBI atau CIA mempekerjakanku, mungkin mereka akan mendapatkan data terlengkap yang pernah ada.

Begitu melihat mobilnya keluar dari pagar, aku langsung menabrakkan tubuhku didepannya, duniaku serasa berputar, Aku tak bisa melihat apa2, tapi anehnya tak sedikitpun terasa sakit, kalau cuma begini, setiap hari pun aku mau melakukannya, atau apa mungkin kendaraan itu belum sempat menabrakku dan aku sudah pingsan duluan karna terlalu gugup?

Seseorang mengangkat tubuhku kepangkuannya. aku berdebar, walaupun aku tak tau siapa yang melakukannya, semoga saja dia tidak menyuruh pak satpam melakukan hal ini, bisa menyesal setengah mati aku nantinya.

"Hey.. Kamu ga kenapa2 kan? tanya pria itu sambil menepuk2 pipi-ku. dan sumpah rasanya seperti dibelai dengan lembut, mungkin ini sedikit berlebihan, tapi itulah yang kurasakan.

Aku membuka mata, dan dia.. dia yang kudamba manatapku dengan khawatir, wajahnya persis berada satu jengkal dari wajahku, buru2 aku mengenyahkan pikiran untuk memeluk dan mencium bibirnya.

"Hey, kamu ga kenapa2 kan?" dia mengulang pertanyannya, lebih terlihat seperti meyakinkan dirinya sendiri. "sepertinya tadi mobil-ku belum sempat menabrakmu." lanjutnya lagi.

"Memangnya aku terlihat kenapa2 ya?" Akhirnya aku mampu juga untuk bersuara, walaupun agak sedikit tercekat di tenggorokan. sialan, saat pertama aku berbicara padanya kenapa suara-ku malah aneh seperti ini.

Dia tertawa, tawa yang sangat indah, buru2 aku merekamnya di kepalaku, menyimpannya baik2, siapa tau ini adalah kesempatan pertama dan terakhirku untuk berada sedekat ini dengannya.

"Rasanya aku pernah melihatmu. tapi, dimana ya?" katanya tak yakin.

Aku hanya tersenyum, tanpa menjawab pertanyaan-nya, aku langsung bangun hendak pergi.

"Mau kemana? tanyanya kaget.

"Aku harus kembali, Cinderella cuma punya waktu sampai jam 12." ujarku dengan gaya yang sedikit dibuat2 seolah2 aku berasal dari negeri dongeng.

"Tapi ini kan masih jam 12 siang." katanya sambil tertawa.

"Cinderella yang ini berbeda. lebih spesial."

Dia tertawa lagi mendengar jawabanku, lagi dan lagi aku merekam ekspresinya, menyimpan apa yang bisa ku simpan sebelum dia harus ku lepas, ada kepuasan tersendiri ketika aku mampu membuatnya tersenyum, mungkin dia menganggapku seperti orang gila atau anak aneh yang kebetulan nyasar di depan rumahnya, tapi toh aku tak peduli, setelah yakin aku sudah menyimpan setiap detail yang ku butuhkan, aku langsung berlari meninggalkannya.

"Namamu siapaaa?" teriaknya.

Tapi aku sudah berlalu tanpa menoleh lagi kebelakang, aku tak pernah tau apakah dia langsung berbalik pergi, atau menatapku hingga menghilang dari penglihatannya.

Rasanya hati ini tak punya cukup ruang untuk menampung segala kebahagianku, aku merasa seperti putri dalam dongeng, walau cuma beberapa menit, tapi aku sangat menikmatinya. Tak bisa kupungkiri ada sedikit rasa senang ketika dia mengingatku, walau dia tak tau dengan pasti, itu malah baik bagiku.

Dia bagai matahari pribadiku, walaupun baginya mungkin aku hanya komet yang mengelilinginya dengan orbit yang tak biasa, tapi sesekali berada sangat dekat dengannya dan akhirnya menghilang lagi, tanpa dia sadari, aku adalah merkurius, planet kecil yang berada paling dekat dengan matahari, yang tak pernah berhenti mengitari dan menatapnya dengan penuh pemujaan.

"Darimana saja kamu nak? Tanya ibuku.

"Hanya jalan2 sebentar bu" jawabku.

"Cepatlah bersiap2, kita harus kerumah Bu Ratih sekarang, sudah telat."

Aku terdiam, aku harus kembali kerumah dimana aku menabrakkan diriku didepan pagarnya. tapi kali ini, aku bukan lagi seseorang yang kebetulan lewat, aku akan menjadi anak dari pembantu yang bekerja dirumah itu.

"Oya nak, tadi Parman datang kemari, katanya mau mengajakmu untuk memilih cincin perkawinan."

"Iya bu, " jawabku lirih.

Aku bagai disiram dengan air dingin ketika pikiranku penuh dengan impian2 bodoh yang takkan pernah jadi kenyataan, 3 bulan lagi Aku akan menikah dengan Parman, seorang supir dirumah majikan ibuku, dia baik dan dia mencintaiku, sangat mencintaiku malah, tapi itu tak cukup untuk membuatku mencintainya.

Tapi apalagi yang bisa kulakukan? Aku bahkan tak punya pilihan apa2. kami tidak berpacaran, entah ikatan seperti apa yang sekarang kami jalani.

Sebelumnya aku cukup puas dengan hidupku, kemudian aku bertemu dengannya, anak majikan ibuku yang baru pulang dari luar negeri, sejak pertama kali melihatnya, hatiku telah terperangkap, disetiap hela nafasku hanya dia yang selalu kuingat, aku terbelenggu oleh rasa cinta yang teramat besar, sampai2 aku melupakan jati diriku.

Tapi apalagi yang bisa kulakukan? Aku bahkan tak punya pilihan apa2. Aku hanya bisa menatapnya dari jauh, tak baik bagiku berada terlalu dekat dengannya, hanya akan membuat hatiku hancur dan aku tak yakin akan ada yang mampu membuatnya utuh kembali.

Entah suatu hari nanti aku akan bisa melupakannya dan mencintai suami-ku dengan tulus, aku benar-benar tak tau, aku bahkan tak tau bagaimana kisah ini akan berakhir.



*iseng-isengan dini hari (pengen nulis waktu dengerin Album Lily Allen (Alright, Still) dan Norah jones (Not too Late)


0 komentar:

Back to Top